Gambaru: Apapun Hambatannya Pantang Menyerah
Dalam budaya Jepang, terdapat sebuah filosofi hidup yang sangat kuat: Gambaru. Kata ini sering diterjemahkan sebagai pantang menyerah, berusaha keras sampai tuntas, atau berjuang dengan sepenuh hati. Semangat ini tidak sekadar motivasi, melainkan fondasi sikap mental yang menekankan ketekunan, konsistensi, dan daya juang, terutama saat menghadapi kesulitan. Termasuk dengan melakukan inovasi setiap hari dengan semangat Kaizen.
Bagi dunia usaha kecil dan menengah (UMKM), nilai Gambaru terbukti sangat relevan. Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 menjadi ujian nyata. Saat aktivitas di ruang publik dibatasi, roda ekonomi tersendat, dan banyak usaha gulung tikar, sebagian UMKM memilih untuk menyerah. Namun, ada pula yang menyalakan semangat Gambaru selalu mencoba, bangkit, beradaptasi, dan terus mencari jalan hingga menemukan keberhasilan.
![]() |
Semangat pantang menyerah |
Filosofi Gambaru dalam Kehidupan Sehari-hari
Gambaru tidak sekadar berarti “kerja keras”. Lebih dalam dari itu, filosofi ini menekankan sikap tidak mudah menyerah meskipun hasilnya belum terlihat. Dalam konteks bisnis maupun kehidupan, mengajarkan bahwa kegigihan sering kali lebih menentukan kesuksesan daripada sekadar bakat atau modal besar.
Di Jepang, semangat ini terlihat dari cara masyarakat menghadapi tantangan alam seperti gempa, tsunami, atau krisis ekonomi. Alih-alih terpuruk, mereka memilih untuk berdiri kembali, menata ulang, dan melanjutkan kehidupan dengan dedikasi penuh.
Hal ini selaras dengan perjuangan banyak UMKM di Indonesia yang menghadapi hantaman pandemi.
UMKM di Tengah Pandemi: Antara Bertahan dan Jatuh
Ketika pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), banyak UMKM yang mengalami penurunan drastis dalam omzet. Toko-toko fisik sepi pengunjung, pameran usaha dibatalkan, dan pasokan bahan baku sering terhambat.
Banyak usaha rumahan di Surabaya yang biasanya mengandalkan pesanan untuk acara kantor atau pesta. Saat pandemi datang, hampir seluruh pesanan dibatalkan. Jika mengikuti rasa putus asa, usaha itu bisa saja berhenti berproduksi. Namun pemiliknya memilih jalan berbeda: berpegang pada semangat Gambaru.
UMKM yang Menghidupkan Gambaru
Alih-alih menyerah, pemilik usaha tadi mencoba beradaptasi dengan keadaan. Ia melakukan tiga langkah sederhana namun berdampak besar:
1. Mengubah Saluran Penjualan
Mulai memasarkan produknya lewat media sosial dan aplikasi pesan antar makanan. Foto kue yang menarik dan promosi “beli 2 gratis 1” menjadi daya tarik baru bagi pelanggan.
2. Menyesuaikan Produk dengan Kebutuhan Pasar
Karena banyak orang bekerja dari rumah, ia membuat paket kue ukuran kecil untuk menemani ngopi atau rapat daring. Harga lebih terjangkau, dan permintaan justru meningkat.
3. Membangun Kedekatan dengan Pelanggan
Rajin berinteraksi di media sosial, membagikan tips membuat kue, dan mendengarkan saran pelanggan. Hubungan ini menciptakan loyalitas yang lebih kuat dibanding sekadar transaksi jual beli.
Hasilnya? Usaha yang sempat nyaris berhenti justru tumbuh dengan basis pelanggan baru. Bahkan setelah pandemi mereda, strategi online tersebut tetap menjadi kekuatan utama bisnisnya.
Gambaru Sebagai Pelajaran untuk UMKM
Kisah tersebut bukan sekadar inspirasi, melainkan bukti nyata bahwa semangat Gambaru mampu menjadi “obor” bagi pelaku UMKM. Ada beberapa poin penting yang bisa dipetik:
1. Inovasi lahir dari tekanan
Ketika jalur lama tertutup, peluang baru bisa muncul. Pandemi mendorong UMKM memanfaatkan digitalisasi lebih cepat dari perkiraan.
2. Ketekunan lebih penting daripada kondisi sempurna
Tidak ada yang benar-benar siap menghadapi pandemi. Namun mereka yang tekun mencari solusi perlahan menemukan jalannya.
3. Hubungan dengan pelanggan adalah modal utama
UMKM yang fokus pada kedekatan emosional dengan konsumen biasanya lebih tahan krisis, karena pelanggan merasa punya ikatan personal.
Komentar
Posting Komentar